[Fanfic] Ville Morte – Chapter 1

Author : Secretyeol
Main Cast : -Wu Yi Fan a.k.a Kris
-Park Kaeri
Support Cast : Kim Jong In a.k.a Kai
Length : Twoshot
Genre : Romance, Horror, Angst
Ranting : NC-17

Summary : Meski terus menangis, suaraku tidak akan sampai. Sudah tak ada lagi orang yang akan menemaniku.

Ville Morte

Petikan mesin ketik bernyanyi diantara jari-jemari yang menari. Setiap huruf merangkai sebuah kata dan menjadikan sebuah kalimat yang penuh makna. Dia terhenti, kemudian merenggangkan jari-jemarinya yang kaku karena harus terlalu lama mengetik. Sekali ia melihat kearah catatan yang sudah diaturnya agar dapat disusunnya serapi mungkin diatas lembaran kertas yang ia ketik. Ujung matanya menatap sosok namja yang sangat dikenalnya sedang berdiri di ambang pintu. Namja itu sekilas tersenyum kepadanya sementara dan kemudian menghampirinya yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

“Bagaimana pekerjaanmu?” namja itu tampak membolak-balik beberapa tumpukan kertas yang baru saja selesai diketik olehnya.

“Aku baru saja menyelesaikan artikel ke Sembilan. Sementara masih ada satu artikel lagi yang harus ku kerjakan. Aku bahkan belum mendapatkan ide untuk artikel terakhir.” Dia membenarkan letak kacamatanya yang melorot di pankal hidungnya.

“Ini” namja itu mengeluarkan sebuah gambar diam yang dihasilkan oleh sebuah kamera dari balik saku jasnya.

“Ville Morte, ada yang aneh dengan kota itu. Orang-orang sekitar mengatakan bahwa kota itu malamnya akan terlihat berbeda dan menakutkan. Bagaimana kalau kita mencari tahu asal usul kota tersebut sebagai pembahasan artikel terakhirmu?” si namja menatapnya dengan tatapan menawar.

“Apa tidak berbahaya untuk meliput daerah ini?” dia menatap foto tersebut dengan sesakma mengingat gambar yang ditunjukan sedikit terlihat menakutkan.

“Tenang saja, aku yakin tidak akan terjadi apa-apa. Kita hanya perlu bertemu dengan walikota setempat dan berpura-bura akan meliputi wisata setempat.” dia Nampak menimang tawaran si namja, namun tiga detik kemudian ia mengangguk menerima tawaran tersebut.

    ***

Jam menunjukan pukul 8.45, 15 menit lagi namja itu akan menjemputnya. Ia masih terlihat sibuk dengan barang-barang bawaannya. Meskipun hanya lima hari dia disana, bukan berarti barang bawaannya sedikit. Ia masih harus membawa beberapa agenda yang selalu dibawanya untuk meliput dan lembaran-lembaran artikel yang telah disiapkannya sebagai bukti untuk mencari kebenaran kota tersebut. Cukup lama ia berberes hingga kemudian selesai dan pergi menuju depan rumahnya untuk menemui namja yang akan menjemputnya.

“Sudah siap untuk berangkat, Kaeri?” tanya namja itu kepada Kaeri yang sudah masuk kedalam mobilnya.

“Ne, ayo berangkat Kai” Kaeri meletakkan tasnya di bangku belakang mobil tersebut.

Jong In menyalakan mesin mobil Chrysler Grand Voyager miliknya dan berkonsentrasi penuh mengemudikan mobilnya. Selama perjalanan hanya hening, Jong In lebih sibuk memfokuskan pandangannya pada jalan raya. Sementara Kaeri hanya sibuk membaca artikel yang ia bawa sambil terus mencari beberapa kalimat yang membuat artikelnya lebih menyakinkan.
Hingga Chrysler Grand Voyager Jong In berhenti tepat di depan sebuah rumah kuno yang cukup megah. Kaeri turun dari mobil milik dan mengedarkan pandangannya kesekitar kota tersebut. Sepi, hanya ada beberapa atau sekitar lima orang lebih yang berlalu lalang disekitarnya. Setiap orang yang melewati mereka berdua pasti akan menyapa mereka dengan berkata “Annyeong…” kemudian pergi tanpa jelas. Terlihat ramah, namun ada sesuatu yang membuat Kaeri sedikit merasa ada keganjilan.

“Ayo..” Jong In menarik tangan Kaeri menuju pintu rumah kuno tersebut dan menekan tombol bel rumah itu.

Seorang muncul dari balik daun pintu itu. Namja dengan balutan stelan jas hitam berambut pirang menyapa mereka berdua dengan ramah dan mempersilahkan masuk kedalam rumahnya. Matanya menatap sekeliling isi rumah itu, sepi bagaikan rumah tak berpenghuni namun masih terlihat rapi.

“Kau hanya sendiri disini?” satu kalimat terucap dibibir Kaeri tanpa rasa hormat sedikitpun.

“Hei. Sadar… Dia walikota” Jong In menyenggol tangan Kaeri pelan.

“Ah… mianhe… mianhe… saya lupa tuan.” Kaeri membungkuk meminta maaf kepada walikota atas ketidak sopanannya.

“Gwechana… aku bisa memakluminya. Mungkin karena aku terlihat muda, padahal memang muda.” Walikota tersenyum manis terhadap Kaeri.

“ah… memang umur tuan berapa?” Jong In dengan bodohnya justru melanjutkan pembicaraan yang tidak berguna itu.

“umurku? 23 tahun.” Jawab walikota santai.

“Mwoya??” Kaeri dan Jong In kaget bersamaan, mereka tidak menyangka walikota yang mereka temui masih berumur muda.

“Hebat! Seorang walikota muda.” Kaeri bertepuk tangan sendiri, sementara yang dipuji hanya tersenyum senang.

“Kalau begitu, kami kesini ingin meminta ijin mengambil liputan di kota ini. Kebetulan banyak warga yang bilang kota ini sangat indah” Jong In mulai membuka pembicaraan yang lebih berguna untuk liputannya.

“ah… I see… kalau begitu kalian boleh tinggal sementara waktu dikota ini.” Walikota tersenyum, masih terus tersenyum tanpa henti.

“Kalau begitu kami pamit dulu, harus mencari hotel untuk menginap.” Jong In permisi kepada walikota namun…

“Kenapa tidak menginap dirumah ini saja sementara? Aku seharusnya lebih hormat melayani tamu-tamuku.” Walikota menawarkan kepada Kaeri dan Jong In. Jong In menatap Kaeri dengan tatapan ‘Bagaimana?’, Kaeri hanya mengangguk setuju atas tawaran walikota.

“Baiklah kalau begitu. Mari saya antar kalian ke kamar masing-masing.” Walikota berjalan kearah lorong menuju sebuah ruangan yang diikuti oleh Kaeri dan Jong In. Walikota berhenti di sebuah pintu kayu yang diukir sebuah gambar malaikat yang memberikan kesan yang sangat artistik.

“Ini untuk kamar tuan…?” katanya terhenti, matanya menatap Jong In sebagai pertanyaan tentang namanya.

“Jong In…” Jong In menjawab dan walikota tersenyum. Kemudian Jong In pamit pada walikota dan Kaeri untuk beristirahat lebih dulu di dalam kamar. Walikota berbalik menatap Kaeri dengan senyumannya yang masih terus terpampang diwajah kecilnya. Ia berjalan menuju tangga dan menaikinya ke lantai dua serta mengantarkan Kaeri sampai di sebuah pintu putih yang terlihat lebih megah dari pintu sebelumnya.

“Terima kasih tuan…” Kaeri membungkuk berterima kasih kepada walikota.

“Jangan terlalu formal. Kitakan seumuran, namaku Wu Yi Fan, panggil saja Kris” walikota yang bernama Kris itu tersenyum manis kearah Kaeri.

“Park Kaeri” Kaeri menundukkan wajahnya malu, baru kali ini ia melihat seorang namja tersenyum terus kepadanya tanpa henti.

“Kalau begitu nona Kaeri, selamat beristirahat dengan nyenyak” Kris menyentuh tangan kanan Kaeri dan mengecup tangannya lembut, kemudian pergi berlalu meninggalkan Kaeri yang masih larut dalam pikirannya.
Kaeri menggeleng kepalanya cepat, menyadarkan diri dari lamunannya. Dia memasuki kamar tidurnya, matanya terbelalak saat melihat kamar yang terlihat mewah dan indah. Semua terlihat berwarna putih, bersih dan luas. Ia berlari manuju kasurnya dan menjatuhkan diri diatas kasur. Kasur yang empuk bagaikan sebuah surga bagi dia setelah terlalu lama berjalan jauh ke kota ini.
Matanya melihat ke atas, menerawang tentang kejadian-kejadian tadi. Tangan kirinya memegang tangan kanannya dan mengelusnya lembut. Apa yang dilakukan Kris membuat dia tidak bisa berpikir jenih. Meskipun itu hal yang wajar, namun ini merupakan pertama kalinya mereka bertemu. Senyumnya… Manis, tapi juga seperti memiliki sebuah misteri didalamnya. Ia bertanya-tanya dalam hati, siapakah Kris sebenarnya? Mengapa ia terlihat selalu tersenyum? Apakah ada sesuatu yang disembunyikannya?. Pertanyaan ini saja sudah membuat Kaeri gila, apalagi kalau sampai ada misteri baru yang sudah terbongkar. Ia bisa merasa stress, tapi buru-buru Kaeri hilangkan perasaan negatif itu. Hal yang seharunya dia lakukan adalah untuk melakukan pekerjaannya sebagai wartawan. Tanpa mau pikir pusing Kaeri memilih untuk diam dan tidur agar besok ia dapat menjalankan aktifitasnya lebih lancar.

    ***

Jong In memotret pemandangan yang ada disekitar kota, dari rumah-rumah yang terlihat kuno bahkan taman-taman yang terlihat sepi. Kaeri justru sibuk dengan agendanya mencatat beberapa hal penting yang dilihatnya dari pengamatan tentang kota ini. Ia heran, ini merupakan hari minggu namun kenapa kota ini justru sama seperti kemarin saat ia datang, sepi. Jong In selesai dengan tugasnya memotret sekitar kota, ia menghampiri Kaeri dan duduk di sampingnya.

“Kulihat meskipun kota ini terlihat kuno tapi terlihat bagus untuk di jadikan photo” Jong In menatap layar kamera slr sony alpha 200 miliknya, memperlihatkan hasil photonya.

“Ya… meskipun kuno tempat ini penuh dengan misteri.” Kaeri mengusap tengkuknya yang sedikit merinding karena sedari tadi orang yang melewati mereka selalu menyapa dengan kata “anyeong…” dan pergi begitu saja.

“Kau tahu, semalam walikota Kris bilang kepadaku. Kita tidak boleh keluar rumah sekitar jam tujuh malam. Untuk apa coba kita dilarang keluar rumah? apa tidak ada hal yang mencurigakan?” Kaeri hanya menatap Jong In yang penuh keseriusan. Sungguh, meskipun ini masih sore tapi hawa yang dia rasakan berbeda. Dia merasa ada seseorang yang mengawasi mereka sedari tadi.

“Entalah Kai, tapi aku rasa kau harus mematuhi aturan itu. Perasaanku mengatakan jika kau melanggarnya akan terjadi sesuatu yang buruk. Aku takut itu.” Kaeri hanya menatap partner kerjanya penuh cemas. Ia khawatir jika Jong In melanggar maka bisa dipastikan sesuatu terjadi padanya.

“Tenanglah… tidak aka nada sesuatu yang terjadi. Aku yakin itu.” Jong In mecoba menenangkan Kaeri dari rasa khawatirnya. Dia tau Kaeri yeoja seperti apa, jika sedikitpun Kaeri khawatir kepada seseorang maka asmanya akan sedikit kambuh.

“Kau tidak perlu memikirkan apa-apa. Seharusnya aku tidak membicarakan itu tadi. Aku takut asmamu kambuh Kaeri” Jong In menatap Kaeri penuh lembut dan mengusapkan rambut Kaeri pelan.

“Ya… Kau benar. Aku tidak seharusnya memikirkan apa-apa.” Kaeri tersenyum kepada Jong In, baginya Jong In adalah orang yang spesial untuknya. Seperti kakak yang menyayangi seorang adik kandungnya.

    ***

Kaeri berdiri di depan cermin, berkali-kali ia memandangi tubuhnya yang terpantul dicermin. Balutan dress panjang warna putih menghiasi tubuhnya yang indah untuk malam ini. Ia tak habis pikir, kenapa seorang dirinya yang suka memakai pakaian perempuan culun dan kacamatanya berubah menjadi seorang yang terlihat cantik tanpa mengenakan kacamatanya. Ia tidak tau apa yang dapat membuatnya menerima tawaran makan malam bersama Kris. Ini gila! Perasaannya tidak menentu ketika bersama Kris, padahal mereka baru saja bertemu dua kali. Tapi, ada didalam diri Kris yang ditakuti karena dia belum tahu sisi lain Kris. Ia takut namun mencoba menenangkan dirinya dan menganggap tidak akan terjadi hal buruk.
Kris tersenyum menatap Kaeri saat mereka bertemu di ruang makan. Untuk pertama kalinya sejak berkenalan dengan Kris, ia melihat namja itu mengenakan kemeja lengan panjang. Padahal ia pikir Kris akan memakai setelan jasnya seperti saat-saat menjadi walikota. Meskipun hanya memakai kemeja entah mengapa bagi Kaeri, Kris akan terlihat cocok dengan baju apapun.

“Kau terlihat cantik malam ini…” Kris mengecup tangan kanan Kaeri ketika mereka sudah berhadapan.

“Gomawo” Kaeri hanya tersenyum sipu malu, ia menundukkan wajahnya kebawah.

“Silahkan duduk” Kris menarik pelan Kaeri menuju meja dan menarik salah satu kursinya untuk Kaeri duduk.

Hening. Tidak ada yang memulai pembicaraan, Kaeri terlalu malu untuk menghadapi namja ini. Sialan, seharusnya ia lebih memilih untuk menolak ajakan Kris kalau ternyata bakal kejadian seperti ini. Tidak ada yang mengucapkan satu atau dua kata diantara mereka, hanya suara musik yang mengalun dari salah satu kotak musik kuno yang masih menggunakan piringan disk besar.

“Tidak usah malu-malu seperti itu” kali ini Kris membuka pembicaraan seolah-olah tau apa yang dipikirkan Kaeri.

“sudah berapa lama kau menjadi wartawan?” Kris bertanya sambil mebersihkan sendok dan garpunya menggunakan serbet sebelum dipakainya untuk makan.

“Sekitar satu tahun” jawab Kaeri singkat, apapun yang akan ditanya Kris ia hanya bisa menjawab singkat.

“Benarkah… Kau pasti hebat. Apa kau pernah meliputi tentang hubungan seseorang?” hey? Apa-apaan ini Kris? Dia bodoh atau memang sengaja berbicara tentang hal ini?.

“Hahaha tidak mungkinlah Kris. Kaupikir liputan hanya untuk main-main” aku tertawa sambil menggulung sphagettiku

“Tapi, jika aku ingin melamarmu. Apa itu akan diliputi? buhkankah hubungan seseorang merupakan momen yang sangat berharga? terlebih lagi orang itu adalah kamu.” Kris menatap Kaeri penuh harapan. Hanya diam dalam sebuah pikiran, merenungkan kembali apa yang Kris katakan.

“Maaf… Kaeri aku sedikit ada urusan. Kutinggal sebentar tidak akan apa-apakan?” Kaeri mengangguk mengerti. “Kalau begitu aku tinggal. Kuharap setelah aku kembali kau bisa menjawab semuanya.”

Hening kembali. Kaeri terjebak dalam pikirannya, bagaimana mungkin seorang Kris mencoba untuk melamarnya. Ini mustahil, hal yang mungkin tidak pernah terjadi. Siapa Kris? Apa ada sisi lain didalam diri Kris? Mengapa Kris melamarnya? Kenapa semua ini terlalu misteri?. Semua pertanyaan baru terus menghampiri otaknya, apa yang harus ia lakukan. Ia baru mengenal Kris dua hari yang lalu. Di kota ini yang penuh misteri, itu menandakan sebuah keanehan.
Kaeri bergidik, ia merasa ia dalam sebuah masalah sekarang. Orang yang ia temui bukan sembarangan, ia bisa merasakan itu. Kaeri telah memutuskan semuanya, dia akan menolak lamaran itu dan cepat-cepat pergi dari kota ini sebelum hal yang tidak diinginkannya terjadi. Detik tiap detik bahkan menit, namja itu belum balik menemuinya. Ia cemas, bahkan Jong In juga tidak terlihat dari tadi sore. Ia bangkit dari duduknya, berjalan kesekitar rumah mencari kedua orang tersebut.
Sudah satu jam ia mencari tapi tidak juga bertemu dengan Kris dan Jong In. Ia panik keluar rumah, tapi kota terlihat sepi pada malam hari. Ia ingat tentang larangan untuk keluar malam, persetan dengan semua itu kalau ternyata teman-temannya tidak ada. Ia melihat sebuah jendela dari salah satu rumah di ujung taman, ada orang lain disini? Pikirnya. Ia berlari menuju rumah itu dan mencoba mengetuk pintu, tapi tidak ada yang membukakan pintu. Masa bodo dengan kehormatan, ia lebih memilih untuk masuk kedalam rumah dengan tidak sopan demi mebongkar semua misteri ini.

“annyeong…”
“annyeong…”
“annyeong…” Ball Jointed Doll? apa-apaan ini? jadi selama ini yang menyapanya di jalan adalah sebuah boneka yang sudah di buat ulang jadi robot? ini gila… semua yang ada disini adalah boneka? Apakah Kris juga boneka? Entalah… semua pertanyaan bertubi-tubi menghampiri orangnya. Ia bingung, badannya lemas dan akhirnya ia terduduk dilantai.

    ***

To Be Continue…

Don't Be Silent Reader